Wednesday, November 03, 2004

Busa puntung

Terkadang terbersit dalam riwayat pikiranku
Ternyata tak jauh berbeda dari sebatang rokok
Selinting aroma yang dicari dalam sensasi pesona
Sepercik api tuk menyalakan hawa bara
Menghidupkan rasa, nyata melayang

Hisapan demi hisapan menyoraki hembusan
Pelan namun pasti, sang tembakau berubah warna
Daun kering yang tergulung, rela menjadi abu
Tinggallah sepotong busa lembab bernama puntung

Di antara lautan insan perokok
Apakah ada yang senantiasa menyimpan kekal setiap puntungnya?
Maklum, memang selalu habis manis sepah dibuang
Salahkah dibuang? Tidak...
Haruskah disimpan? Tidak...

Seandainya akulah sang busa yang kini berembel puntung
Apakah harapan terbesar jikalau aku bisa berpikir dan berbicara?
Aku bisa tergeletak di jalan kering berdebu tanpa dihiraukan siapa pun
Aku tahu, diinjak dan tercabik oleh teriknya cuaca merupakan nasibku

Tak satu pun dari semua nasibku itu, yang membuatku harus beralasan
Tidak juga untuk memaksaku mengeluh dan menggerutu
Terdampar dalam sepak terjang dibuang dan ditinggalkan
Aku, si busa puntung, punya harapan untuk ke depan

Walau kondisi busa ini tercabik
Dalam sanubari kini ingin bersama bahan sejenis
Mungkin bisa bersatu dalam satu nuansa
Membangun ikatan busa-busa puntung yang bisa dijadikan bantal

Iya....Bantal daur ulang dari busa puntung
Setidaknya dalam sisa debut hidupku ini aku tetap berguna
Bermanfaat untuk sebuah misteri yang bernama kehidupan

Seandainya...

Iya...Seandainya aku,si busa puntung, . . . . . .
Bisa berpikir dan berbicaraMaka aku pun bisa tersenyum dalam hembusan terakhir



Sunday, July 18, 2004

Ponsel n Charger

Ponsel...........,sosok yang begitu gemerlap, hingar bingar sebuah pelengkap kehidupan. Menjadi sebuah alat yang penting untuk beraktivitas, berkomunikasi satu sama lain menembus batas, menyingkat jarak dan waktu. 

Ditenteng kemana-mana, status standby selalu, menunggu panggilan sewaktu-waktu. Ponsel tetaplah ponsel, Ponsel bukan sang abadi, yang bisa menapaki puncak untuk selamanya. Ada saatnya juga si Ponsel menjalani kondisi yang menurun dan ... "te not" -LOW BATT-...dan  "te not, te not, te not"  BATTERY EMPTY.

Nah ini dia, di kala si Ponsel tersungkur tak berkutik, dan tak berdaya untuk hidup kembali, barulah akan teringat Charger. Bagai siraman kehidupan baru, Charger menjalani tugas untuk menemani si Ponsel membangun diri menuju puncak kembali.

Lebih sering terdengar seruan "Handphone saya di mana ya?" dibandingkan "Charger saya di mana ya?" kenapa? karena si Ponsel memang tidak perlu di-charge setiap hari. Well memang sebuah elemen balik layar yang tidak istimewa untuk digembar-gemborkan.

Handphone saya bisa motret loh, bisa bluetooth, bisa ini ,bisa itu dll.... lah charger, ya so pasti bisa ngecharge doang.

Charger memang pahlawan yang kadang terlupakan, terutama untuk Ponsel dalam kondisi puncak, kuat dan perkasa.
 
Kapan ya menjadi Ponsel? dan kapan menjadi Charger?
Menjadi Charger yang selalu mensupport si Ponsel di belakang dan melepas pergi Ponsel dengan battery full, ato menjadi Charger yang berfungsi setengah2? ato malah nggak berfungsi sama sekali. Memang ketiganya meninggalkan kesan yang berbeda.

Menjadi Ponsel? sampai pada saatnya pasti memerlukan Charger. Namun Ponsel juga beragam dan membutuhkan Charger khusus. R520m? so pasti butuh charger Ericsson, ga bisa nokia bo.
(Renungan tatapan sesaat)

Sunday, June 27, 2004

Raungan angin menerpa renta
Hunjaman hujan menusuk raga
Alunan lagu menyengat jiwa
Sosok arwah hening berpejam mata

Mendengar rintihan tetesan air
Menghirup aliran udara alam
Kala rasa datang menggoda
Terbangun jerat datang menjaga

Menawan tatapan mendalam
Terkubur rangkaian senyuman
Desahan petir datang menyambar
Bertahan tangguh menuai sabar

Sunday, May 16, 2004

Kuraih selembar kertas lusuh
Kuayunkan pulpen hitam sesaat
Menyusuri lintasan seraya berkayuh
Menuang tulisan tanpa tersendat

Di bawah alunan merdu piano mendesir
Kuukir berbagai kenangan yang tlah berlalu
Senyum, manis, indah satu per satu kusisir
Kuakhiri dengan beberapa kalimat pilu

Kuraih sang lusuh dan beranjak keluar
Di bawah langit sore hembusan nafas berhela
Kukoyak-koyak kertas terurai dan tersebar
Kuterbangkan pada angin yang bersela

Sepasang mata memejam rapat
Merasakan terpaan angin tiada henti
Bersiap untuk menyambut sang kuat
Bersyukur atas semua yang terlewati

Sunday, April 18, 2004

Mata membelalak menatap cermin
Jeratan benak budak kafein
Mengambang terbang melayang menawan
Nan lamban mengemban jawaban

Hamparan ombak menerpa santai
Mendayung sampan menoreh nilai
Sang mulut terkatup membisu
Belenggu rantai teruntai lesu

Kala subuh menjelang pagi
Belaian lembut menyambut fajar
Kala siap memulai hari
Kilatan sinar redup berpendar

Derap langkahmu menyerap suhu
Pesona tumbuh menebar pengaruh
Andai sang sadar menepuk bahu
Sosok kumuh tersenyum berlabuh

(18-04-04-::-19:13)